Inversi Seismik Dalam Domain Depth Pada Reservoir Karbonat

Posted on 07/04/2013

0


Dalam rangka untuk lebih memahami postingan kami sebelumnya yang berjudul Inversi Seismik Dalam Domain Depth, maka berikut kami sajikan studi kasus dalam penerapan metode inversi tersebut.

Studi kasus kali ini berkenaan dengan dilakukannya inversi deterministik dalam domain depth pada lapangan yang terletak di pantai barat India dengan data seismik PSDM 3D yang memiliki luas area 100 km² serta lingkungannya berupa karbonat. Lapangan ini hanya memiliki satu sumur, yang di bor berdasarkan interpretasi data seismik PSDM 3D. Gambar 1 menunjukan peta struktur time top reservoir karbonat hasil interpretasi. Sedangkan Gambar 2 menunjukan penampang seismik PSDM 3D pada line traverse yang melewati sumur (lintasan garis biru pada Gambar 1)

Gambar 1. Peta struktur time top karbonat

Gambar 2. Penampang seismik PSDM 3D yang melewati sumur

Untuk melihat seberapa jauh data seismik PSDM 3D ini layak dilakukannya inversi dalam domain depth, maka terlebih dahulu dilakukan seismic well-tie dalam domain depth yang kemudian dibandingkan dengan hasil seismic well-tie dalam domain time (Gambar 3). Hasil seismic well-tie domain time menunjukan nilai koefisien korelasi yang tinggi untuk interval karbonat yaitu antara horizon merah dan hitam dengan nilai koefisien korelasi sebesar 80% pada lokasi sumur dan sekitarnya.

Gambar 3. Hasil seismic well-tie dalam domain time

Untuk dapat melakukan seismic well-tie, terlebih dahulu mencari nilai kecepatan interval konstan vm dengan cara membandingkan kecepatan interval seismik dengan kecepatan interval sumur (Gambar 4).

Gambar 4. Perbandingan kecepatan interval seismik dengan sumur

Dalam rangka mencari kecepatan interval konstan terbaik untuk transformasi pseudodepth dan estimasi wavelet optimal dalam domain depth, maka dilakukan penentuan kecepatan interval konstan yang berkisar antara kecepatan interval seismik dengan sumur, yaitu antara 3000-5000 m/s. Kecepatan interval dengan nilai korelasi terbaik kemudian kita pilih dan tetapkan sebagai kecepatan interval konstan vm. Gambar 5 menunjukan wavelet zero-phase domain pseudodepth dan spectrum amplitudo untuk kecepatan konstan dari vm 3000-5000 m/s. Sedangkan Gambar 6 menunjukan korelasi seismik-sumur dalam domain depth untuk beberapa vm dan panel korelasi seismik-sintetik dalam domain time.

Gambar 5. Wavelet domain depth untuk kecepatan interval konstan yang berbeda-beda beserta dengan spektrum amplitudonya.

Gambar 6. Koefisien korelasi untuk kecepatan konstan yang dites untuk konversi dalam domain pseudodepth

Dari Gambar 6 terlihat bahwa korelasi tertinggi dimiliki oleh kecepatan vm = 3900 m/s dan vm = 4200 m/s. Dari kedua kecepatan ini dipilih salah satunya yaitu vm = 3900 m/s. Kecepatan vm ini kemudian kita aplikasikan untuk pencocokan (matching) antara seismik-sintetik pseudodepth dan seismik-sintetik dalam domain depth sebenarnya (Gambar 7).

Gambar 7. Pencocokan seismik-sintetik dalam (a) domain pseudodepth untuk vm = 3900 m/s dan (b) domain depthyang sebenarnya.

Keberhasilan estimasi wavelet, konvolusi dan pecocokan seismik-sintetik mengindikasikan bahwa inversi deterministic mungkin untuk dilakukan dalam domain depth. Dalam studi ini, algoritma inversi sparse spike dimodifikasi untuk dilakukan dalam domain depth. Output berupa AI relatif yang di merge kan dengan model AI frekuensi rendah. AI frekuensi rendah diperoleh dari kecepatan interval melalui pencocokan kurva (curve fitting) antara log AI dengan kecepatan seismik di sumur. Untuk menvalidasi keakuratan inversi dalam domain depth, inversi dalam domain time juga dilakukan dengan menggunakan algoritma inversi spare spike yang sama sebagaimana yang digunakan dalam inversi domain depth. Hasil inversi dari kedua domain kemudian diekstrak pada lokasi sumur untuk diperbandingkan dengan averaged 20 m log AI sumur (Gambar 8).

Gambar 8. Perbandingan kurva log AI sumur asli (biru) dengan  averaged 20 m log AI sumur (hitam), log ekstraksi hasil inversi dalam domain time (merah) dan domain depth (hijau).

Sebagai tambahan untuk QC, maka dapat dilakukan juga crossplot antara kedua hasil inversi dengan averaged log AI. Dari hasil crossplot masing-masing hasil inversi domain dengan log AI sumur, dapat diperoleh persamaan untuk memprediksi properti reservoir yaitu porositas (Gambar 9).

Di dalam paper yang penulis gunakan sebagai referensi, hasil crossplot antara log AI dengan masing-masing hasil inversi domain tidak ditampilkan, sehingga penulis pun tidak dapat menampilkannya di dalam blog ini.

Gambar 9. Peta porositas hasil prediksi dari (a) inversi domain time dan (b) domain depth yang diekstrak dari top karbonat dengan window selebar 200 ms ke bawah.

Gambar 9 menunjukan nilai porositas yang diprediksi dari hasil inversi domain time nilainya berkisar 1-8% (Gambar 9a), sedangakan nilai porositas yang diprediksi dari hasil inversi domain depth nilainya berkisar 1-15% (Gambar 9b). Porositas yang lebih tinggi di sebelah utara sumur meningkatkan tingkat confidence untuk mengusulkan usulan sumur pengeboran di bagian utara area studi.

Gambar 10Plot QC log porositas

Gambar 10 menunjukan bagaimana perbandingan log porositas sumur (hitam) dan averaged 20 m log porositas sumur (hijau) dengan log porositas dari hasil inversi domain depth (biru) dan domain time (merah). Gambar 10a menunjukan bagaimana kedua hasil inversi beda domain cukup bagus menyerupai log porositas sumur. Gambar 10b akan lebih kentara menunjukan seberapa bagus atau akurat hasil kedua inversi beda domain tersebut dengan dilakukannya crossplot dengan menampilkan garis lurus hijau yang nilai korelasinya 100%. Oleh karena itu, garis yang paling dekat dengan warna hijau menunjukan semakin akurat hasil inversinya. Dengan kata lain, hasil prediksi porositas dari hasil inversi domain depth (biru) lebih akurat dibandingkan dari hasil inversi domain time (merah).

Referensi:

  • Singh, Y. 2012. Deterministic inversion of seismic data in the depth domain. The Leading Edge – May